Formulir Kontak

 

Makalah Perkembangan kognitif (intelektual)


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Perkembangan kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan pikiran. Pikiran anak adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah, pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan. Piaget, mengatakan bahwa pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.

B.        Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif?
2. Bagaimana tahap-tahap perkembangan kognitif?
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa?
4. Apa saja faktor-faktor perkembangan bahasa?
5. Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa pada anak?
C.        Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi perkembangan kognitif.
2. Untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap perkembangan kognitif.
3. Untuk mengetahui definisi bahasa.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak.
5. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan bahasa pada anak.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Perkembangan Kognitif Anak
Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi, tidak dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-sub perangkat dan bernalat tentang keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
1.    Pengertian Kognitif
       Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.[1]

      
2.    Teori Piaget
       Seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, Jean Piaget yang hidup antara tahun  1896 sampai tahun 1980, mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan. Namun, untuk memperlancar uraian tahapn tersebut, Piaget mengajukan empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep yang dimaksud adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.
a.    Skema
Skema menggambarkan tindakan mental dan fisik dalam mengetahui dan memahami objek. Dalam pandangan Piaget skema meliputi kategori pengetahuan dan proses memperoleh pengetahuan. Contohnya anak memiliki skema tentang jenis hewan, misalnya kambing. Apabila anak hanya memiliki pengalaman bahwa kambing itu kecil, maka dia akan menggeneralisasikan bahwa semua kambing adalah hewan kecil. Namun seandainya anak itu menghadapi kambing yang besar, anak itu akan memasukkan informasi baru, memodifikasi skema yang telah dimiliki, yang pada akhirnya dia dapat mengatakan bahwa kambing itu ada yang besar dan ada pula yang kecil.
b.    Asimilasi
Merupakan proses memasukkan informasi ke dalam skema yang telah dimiliki. Proses ini agak bersifat subjektif, karena seseorang cenderung memodifikasi pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan menggunakan contoh tersebut, dengan melihat kambing kemudian anak itu menamakannya kambing. Maka, anak itu telah mengasimilasikan hewan tersebut ke dalam skema kambing yang ada pada anak tersebut.


c.     Akomodasi
Akomodasi merupakan proses mental yang terjadi ketika anak menyesuaikan diri dengan informasi baru. Yakni, anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
d.    Ekuilibrium             
Piaget percaya bahwa setiap anak mencoba memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi dengan menerapkan mekanisme keseimbangan. Anak mengalami kemajuan karena adanya perkembangan kognitif, maka penting untuk mempertahankan keseimbangan antara menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (asimilasi) dan mengubah perilaku karena adanya pengetahuan baru (akomodasi). Ekuilibrium ini menjelaskan cara anak berfikir ke tahap selanjutnya.[2]
3.    Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas).
a.    Tahap Sensori Motorik ( 0 – 2 tahun )
Selama dalam tahap ini, pengetahuan bayi tentang dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari penginderaannya dan kegiatan motoriknya. Anak menggunakan keterampilan dan kemampuannya yang dibawa sejak lahir seperti melihat. menggenggam. Pada akhir periode sensori motorik, objek terpisah dari diri sendiri dan bersifat permanen.
b.    Praoperasional ( 2 – 7 tahun )
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Tahap ini bersifat simbolis, egoisentris dan intuitif sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional.
c.    Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun )
Pada tahap ini mampu mengoperasionalkan logika namun masih dalam bentuk benda konkrit. Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah:
·      Pengurutan: kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
·      Decentering: anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
·      Reversibility: anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
·      Konservasi: memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
·      Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
d.    Operasional Formal ( 7 – 15 tahun )
Pada tahap ini anak sudah mampu berfikir abstrak, idealis dan logis. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.[3]
4.    Vigotsky Tentang Perkembangan Kognitif
Ada tiga konsep yang dikembangkan dalam teori Vigotsky ( Tappan 1998 ): (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diintrepetasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus yang bertugas sebagai alat  psikologis untuk membantu dan menstranformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.
Pendekatan developmental berarti memahami fungsi kognitif  anak dengan memeriksa  asal usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya. Teori vigotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi yang bersifat kolaboratif.[4]


B.   Perkembangan Bahasa Anak
1.    Pengertian Bahasa
Bahasa adalah bentuk komunikasi  lisan atau tulisan, yang didasarkan pada sistem simbol. Perkembangan bahasa dalam psikolinguistik diartikan sebagai proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tata bahasa dari ucapan-ucapan, memilih ukuran penilaian tata bahasa yang paling tepat dan paling sederhana. Proses perkembangan bahasa dijelaskan melalui dua pendekatan.
a. Navistik: struktur bahasa telah ditentukan secara biologik sejak lahir.
b. Empiris: kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam berinteraksi dengan lingkungan (orang dewasa yang berbahasa).

2.    Teori Perkembangan Bahasa Anak
Dalam hal ini ada tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature). Dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahawa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nature). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut kognitivisme.
·      Pandangan Nativisme
Nativisme berpendapat bahawa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak mengangggap lingkungan punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan mengganggap bahwa bahasa merupakan biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”.  Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation). Jadi, pasti ada beberapa aspek penting mengenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, hewan tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku bahasa adalah sesuattu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky, seorang anak dibekali “alat pemerolehan bahasa” Language Acquisition Device (LAD). Alat yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa, dan dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, yang tidak punya kaitannya dengan kemampuan kognitif lainnya.

·      Pandangan Behaviorisme
Kaum behaviorisme menerangkan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behaviorisme dianggap kurang tepat karenan istilah bahasa itu menyiaratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Menurut kaum behaviorisme kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Bahkan kaum behaviorisme tidak mengakui kematangan anak dalam pemerolehan bahasa. Kaum behaviorisme tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakkan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berbendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak
·      Pandangan Kognitivisme
Jean Piaget (1945) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Chomsky berpendapat bahasa tidak berpengaruh besar pada proses pematangan bahasa, maka Piaget berpendapat bahwa lingkungan juga tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan intektual anak. Perubahan atau perkembangan intelektual anak sangat bergantung pada keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungannya.[5]
3.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi  Perkembangan Bahasa
a.    Faktor Biologis
Kemampuan kodrati atau alami yang memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alam ini bekerja secara otomatis.
b.    Faktor lingkungan
Lingkungan yang kaya dengan kemampuan bahasanya akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi berkembangnya bahasa individu yang tinggal di dalamnya.[6]
4.    Tahap-Tahap Perkembangan
a.   Tahap Pralinguistik: perkembangan permulaan bahasa yang dimulai sejak usia mulai 3 bulan. Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai fungsi komunikatif.
b.  Tahap Halofrastik: pada usia sekitar satu tahun anak mulai mengucapkan kata-katanya pertama. Contoh: “kursi“.
c.    Tahap kalimat dua kata: anak mulai lebih banyak kemungkinan untuk menyatakan maksud dan berkomunikasi dengan kalimat dua kata. Contoh “kucing papa“.
d.    Tahap perkembangan tata bahasa: berkisar antara 2 – 5 tahun, anak mulai mengembangkan sejumlah sarana tata bahasa, panjang kalimat bertambah, ucapan yang dihasilkan semakin kompleks.
e.    Tahap perkembangan tata bahasa menjelang dewasa: berkisar 5 – 10 tahun, anak mulai mengembangkan struktur tata bahasa yang lebih rumit.
f.   Tahap kompetensi lengkap: berkisar 11 tahun sampai dewasa, anak semakin lancar dan fasih dalam berkomunikasi dengan bahasa.[7]
5.    Kemampuan Berbahasa dan Berpikir
Berpikir merupakan rangkaian proses kognisi yang bersifat pribadi yang berlangsung selama terjadinya stimulus sampai dengan munculnya respon.
Dalam aktivitas berpikir di dalamnya melibatkan bahasa. Berpikir merupakan percakapan dalam hati. Bahasa merupakan alat untuk berpikir mengekspresiakn hasil pemikiran tersebut. Jadi berpikir dan berbahasa merupakan dua aktivitas bersamaan. Faktor yang paling berperan adalah faktor kognisi.
6.    Implikasi dalam Pembelajaran
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, di antaranya adalah:
a.    Mengupayakan lingkungan yang dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perkembangan bahasa secara optimal. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat perlu dikembangkan menjadi lingkungan yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar, berlatih, dan mengembangkan kemampuan bahasa.
b.    Pengenalan sejak dini terhadap lingkungan yang memiliki variasi kemampuan bahasa pada anak sangat diperlukan untuk memacu perkembangan bahasa.
c.    Mengembangkan strategi untuk mempermudah penguasaan bahasa. Antara lain: cara untuk memudahkan mengingat, meniru, mengalami langsung dan bermain.[8]


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dan semakin canggih seiring pertambahan usia.
Bahasa adalah bentuk komunikasi  lisan atau tulisan, yang didasarkan pada sistem simbol. Proses perkembangan bahasa dijelaskan melalui dua pendekatan yaitu,navistik dan empiris. Perkembangan bahasa di pengaruhi oleh factor biologis dan lingkungan.


Daftar Pustaka

John W Santrock., Psikologi Pendidikan Edisi II, Jakarta: Kencana, 2007
Mohammad Asrori., Psikologi Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2007
Muhibbin Syah., Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003


[1] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 22.
[2]John W Santrock, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 47.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi…, hal. 26.
[4] John W Santrock, Psikologi…, hal. 60.
[5] Muhammad Asrori, Psikologi…,hal. 150.
[6] John W Santrock, Psikologi…, hal. 69.
[7] Muhammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2007, hal. 143.
[8] Muhammad Asrori, Psikologi…, hal.145.

Total comment

Author

AHLUL NAZAR

0   komentar

Cancel Reply