BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata
Nama Tumbuhan
Terkait hubungan
antara manusia dan tumbuhan, sejak dahulu manusia sudah tidak asing dengan
kegiatan sistematika, antara lain dalam hal pemberian nama. Pada mulanya, nama
yang diberikan kepada tumbuhan adalah dalam bahasa induk orang yang memberi
nama. Sehingga satu jenis
tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda – beda sesuai dengan bahasa orang
yang memberi nama. Nama yang seperti ini dalam sistematika tumbuhan disebut
nama lokal atau nama biasa. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan muncullah
nama ilmiah, yang digunakan dalam sistematika tumbuhan.
Munculnya nama
ilmiah antara lain disebabkan oleh:
ü Beranekaragamnya nama biasa atau nama lokal.
ü Beranekaragamnya nama dalam arti, baik yang pendek,
panjang, bahkan sangat panjang tanpa adanya indikasi nama – nama tersebut
sebagai penunjuk jenis, marga, atau kategori takson yang lain.
ü Banyaknya sinonim (dua nama atau lebih) untuk satu
macam tumbuhan.
ü Sulit untuk diterima dunia internasional, bila nama
yang digunakan merupakan bahasa sehari – hari suatu bangsa.
Dalam keadaan yang rumit mengenai tata nama tumbuhan
itu akhirnya pada tahun 1867 terciptalah aturan mengenai pemberian nama kepada
tumbuhan yang merupakan hasil pertama Muktamar Botani Internasional 1 yang
diadakan di Paris, sehingga publikasi pertama yang memuat peraturan tentang
pemberian nama kepada tumbuhan diberi nama dalam bahasa perancis Lois de la
Nomenclature de la Botanique yang disebut pula Kode Paris. Beberapa ahli
perintis mengenai tata nama tumbuhan yaitu Caspar Bauhin,dan Linnaeus de
Candole. Caspar Biner telah membedakan marga dan jenis. Dialah orang
pertama yang menggunakan tata nama biner seperti tercantum dalam bukunya Pinax
Theatri Botanici. Tetapi karena kebesaran nama Linnaeus dalam bidang
sistematika maka Linnaeus yang lazim dianggap sebagai pencipta tata nama biner.
Dalam kehidupan sehari hari, untuk mengenali nama
suatu tumbuhan diperlukan adanya identifikasi. Identifikasi dapat dilakukan
dengan cara membandingkan tumbuhan yang akan kita cari namanya dengan tumbuhan
yang sudah diketahui identitasnya.
B. Sejarah Kode Internasional Tata Nama
Tumbuhan
Sampai abad ke 16 belum terdapat peraturan dalam
memberikan nama kepada tumbuhan. Karena tidak ada peraturan yang mengikat,
masing-masing ahli bebas dalam memberikan nama. Beberapa abad sebelum tahun
1753, nama tumbuhan biasanya disusun atas tiga atau lebih kata yang disebut
dengan polinomial. Namun, sistem pemberian nama polinomial tidak bekerja dengan
baik sebab disamping susah dalam pelaksanaan, juga sulit untuk dikembangkan.
Nama-nama tersebut tidak jelas apakah mengacu pada takson tingkat jenis atau
marga, atau pada takson yang lebih tinggi.
Pada tahun 1753, Linnaeus dalam bukunya Species
Plantarum mengenalkan sistem binomial dalam pemberian nama tumbuhan.
Kode Paris,1867
Kongres Botani Internasional yang pertama diadakan di
Paris oleh Alphonse de candolle. Ahli tumbuhan dari banyak negara berkumpul
kemudian mengesahkan seperangkat peraturan tentang tata nama tumbuhan dan
disebut buku peraturan internasional tata nama tumbuhan atau Laus of Botanical
nomenclature.
Kode Rochester,1892
Kongres ini dilaksanakan karena kode Paris banyak
mengandung kelemahan. Kode Rochester dipimpin oleh N. L. Briton dari New York
Botanical garden. Dari kongres ini peroleh peraturan-peraturan kode tata nama
tumbuhan yang menurut mereka mempunyai dasar dasar yang lebih objektif
dibandingkan dengan kode Paris.
Kode Wina, 1905
Kongres botani Internasional yang ketiga diadakan di
Wina merupakan kongres Botani yang betul betul bersifat internasional dan
memberikan perhatian yang besar kepada persoalan tata nama tumbuhan. Kongres
ini didahului oleh konvensi Paris tahun 1900. dalam konvensi ini,telah
diputuskan untuk menggunakan waktu lima tahun sebelum diadakan kongres di Wina
guna menangani semua persoalan yang muncul dalam kode tata nama tumbuhan.
Kode Amerika, 1907
Kode ini lahir berdasarkan atas kode Rochester yang
telah diperbaiki. Kongres Botani Internasional ke 4 di Brussel tahun 1910 tidak
membawa perubahan yang berarti dalam kode tata nama tumbuhan. Keadaan ini
berlangsung sampai tahun 1930 sebab selama berkecamuknya perang dunia 1 sampai
sekitar 10 tahun kemudian tidak ada kegiatan yang bersifat internasional dalam
bidang ilmu tumbuhan.
KITT (Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan)
Dalam bentuknya sebagai hasil Muktamar Sidney tahun
1981, Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan yang diterbitkan dalam tiga bahasa:
Inggris, perancis, Jerman pada tahun 1983 memuat bagian-bagian penting berikut
:
a)
Mukadimah
b)
Bagian I Asas-asas
c)
Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang
terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam 6 bab, dengan masing-masing bab terbagi
lagi dalam beberapa seksi.
d)
Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk
mengubah kode.
e)
Lampiran I Nama-nama hibrida.
f)
Lampiran II Nama-nama yang dilestarikan.
g)
Lampiran III Nama-nama marga yang
dilestarikan dan ditolak.
h)
Lampiran IV Nama-nama yang bagaimanapun
ditolak.
·
Bagian 1 Asas-asas Tata Nama dalam KITT
Asas 1;
Tata nama hewan dan tata nama tumbuhan
berdiri sendiri-sendiri. KITT berlaku sama bagi nama-nama takson yang sejak
semua diberlakukan sebagai tumbuhan atau tidak.
Contoh :
Nama-nama suku pada tumbuhan berakhiran
–aceae dan untuk hewan –idae
Asas 2;
Penerapan nama-nama takson ditentukan
dengan perantaraan tipe tata namanya .
Asas 3 :
Tata nama takson didasarkan atas
prioritas publikasinya.
Asas ini bermaksud untuk menyatakan bahwa bila suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku.
Asas ini bermaksud untuk menyatakan bahwa bila suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku.
Asas 4 :
Setiap takson dalam tingkat tertentu
hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, yaitu nama tertua yang sesuai
dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus.
Asas 5;
Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai
bahasa latin tanpa memperhatikan asalnya.
Asas 6;
Peraturan tata nama berlaku surut
kecuali bila dibatasi dengan sengaja.
Dari sejarah perjalanan tata nama
tumbuhan kita ketahui bahwa peraturan tata nama tumbuhan itu baru lahir pada
tahun 1867, yang dibidani oleh muktamar botani internasional 1 di paris. Namun
demikian, ketentuan-ketentuan yang termuat di belakangnya dinyatakan berlaku
sejak lebih seabad sebelumnya, yaitu dinyatakan berlaku per 1 mei 1753. jadi peraturan
tata nama tumbuhan itu belaku surut tanggal 1 mei 1753, yaitu tanggal
diterbitkannya karya Linnaeus species plantarum dinyatakan sebagai tanggal
permulaan tata nama tumbuhan yang diakui.
C. Tipe Tatanama Tumbuhan
Tipe yang digunakan dalam tatanama
secara umum adalah:
1. Halotype (tipe utama)
Adalah specimen atau unsur lain yang dipakai / ditunjuk oleh author pertama
kali sebagai tipe tatanama dalam publikasinya.
2. Isotype (duplikat halotype)
Adalah specimen yang dikoleksi pada lokasi yang sama dan mempunyai nomor
koleksi yang sama dengan halotype
3. Lectotype (tipe pengganti)
Adalah specimen atau unsur lain dari unsur asli (isotype/syntype) yang
dipilih untuk menjadi tipe tatanama, jika halotypr hancur atau hilang
4. Syntype
Adalah specimen yang dipakai jika halotype, isotype, dan lectotype
hilang (tidak ada) ditunjuk tanaman baru sebagai barang bukti
5. Neotype (tipe tatanama baru)
Adalah specimen yang dipilih untuk menjasi tipe tatanama , kalau halotype
hilang atau rusak dan tidak mungkin untuk menunjuk tipe pengganti karena tidak
adanya isotype dan syntipe