Formulir Kontak

 

Makalah Psikologi Sosial


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa tingkah laku atau aktifitas yang ada pada individu atau organisme  tidak timbul dengan sendirinya,tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu atau organisme itu.namun tingkah laku tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, dan keinginan manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat. Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Interaksi social terbentuk karena dipengaruhi oleh tindakan social, kontak social, dan komunikasi social.Sedangkan moral yaitu baik atau burukny prilaku manusia berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana seseorang seharusnya bertindak.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian perkembangan piskologi sosial dan Moral?
2.      Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan social dan Moral?
3.       Bagaimanakah tahapan-tahapan perkembangan moral?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui  pengertian perkembangan piskologi  social dan Moral.
2.       Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social dan moral.
3.       Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam perkembangan moral.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Psikologi Sosial
“Psikologi” berasal dari perkataan Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.[1]
Seperti halnya dengan psikologi, maka psikologi sosial adalah tingkah laku dalam hubunga  manusia dengan lingkungan sekitar nya,sesama manusia,manusia dengan kelompoknya dan dengan lingkgan tempat tinggalnya selain itu Psikolog sosial juga membahas pengaruh budaya seperti iklan, buku perilaku, film, televisi, dan radio, seseorang bisa berubah tingkah lakunya karena pengaruh budaya lain.
Beberapa definisi Psikologi Sosial menurut Para tokoh sebagai berikut:
·         Sherif dan Muzfer (1956)
       Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam hubungannya dengan situasi stimulus sosial (rangsangan sosial).
Stimulus sosial atau rangsangan sosial yang dimaksud di sini bukan hanya orang-orang lain yang mengadakan interaksi sosial dengan si pelaku, melainkan dapat berupa benda-benda dan hal-hal lain yang bernilai sosial dan mempengaruhi perilaku orang secara sosial pula. Misalnya, sebuah masjid, walaupun hanya berupa bangunan biasa, mempunyai nilai sosial tertentu sehingga orang selalu membuka sepatu atau sandalnya jika akan memasukinya. Masjid tergolong stimulus sosial.
·         Krech, Cructhfield dan Ballachey (1968)
       Psikologi Sosial adalah ilmu tentang peristiwa perilaku hubungan interpersonal (antarpribadi). Dalam definisi ini tidak terlalu dipentingakan muatan masa lalu (dalam bentuk nilai-nilai dan sebagainya) dalam suatu situasi sosial dan juga tidak dipentingkan bagaiman pengaruhnya interaksi masa kini tersebut untuk masa depan yang akan datang. Inti dari definisi ini adalah untuk menerangkan dan untuk mengerti suatu hubungan interpersonal.
·         Watson, 1996
       Psikologi sosial adalah ilmu tentang interkasi manusia. Definisi ini merujuk ke interaksi sosial yang terjadi antarmanusia pada saat tertentu saja. Masa lalu atau masa lampau tidak termasuk dalam definisi ini, demikian pula hal-hal yang bersifat non-manusia.

B.     Objek dan Metode Psikologi Sosial
a.Objek Psikologi Sosial
Objek psikologi adalah manusia dan kegiatan-kegiatannya, sedangkan objek psikologi sosial adalah kegiatan-kegiatan sosial atau gejala-gejala sosial. Manusia adalah makhluk yang tertinggi ciptaan Tuhan, dan hanya manusialah yang mempunyai resiko kecerdasan dan kemauan. Baik psikologi maupun ilmu-ilmu sosial lainnya berpendapat bahwa manusia itu dapat dipandang sebagai:
-  Makhluk individu
-Makhluk sosial dan
-  Makluk ber-ke-Tuhanan
     b.Metode Psikologi Sosial
Metode-metode yang dipakai dalam psiokologi sosial pada
dasarnya sama dengan metode-metode psikologi. Metode-metode tersebut antara lain :[2]
1.      .Metode Eksperimen
Metode eksperimen ini dimaksudkan untuk menyelidiki suatu gejala dengan perhatian yang khusus, sehingga dapat memperoleh keterangan yang lebih mendalam tentang gejala tersebut. Metode test dalam penyelidikan psikologis sebenarnya termasuk eksperimen ini. 
2.      Metode Survey
Metode ini biasanya digunakan untuk mengumpulkan keterangan mengenai kelompok tertentu yang ingin diselidiki. Dalam pelaksanaan, biasanya dengan menggunakan wawancara, obsrvasi atau angket sebagai alat untuk mengumpulkan keterangan-keterangannya.
Di dalam survey si penyelidik menggunakan sample yaitu sebuah kelompok kecil yang dianggap representatif daripada kelompok besar yang ingin diselidikinya. Dalam sample ini kemudian diselidiki dengan teliti dan cermat tentang hal-hal yang ingin diketahui. Apabila cara-cara memilih sample ini memenuhi syarat, maka hasilnya akan dianggap sama dengan seluruh populasi yang ingin diketahui.
3.      Metode Observasi
Yaitu suatu cara untuk mengumpulkan keterangan-keterangan yang diinginkan dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung. Menurut Pauline V.Young, observasi diartikan: observation is a systematic and deliberate study throught the eyes of spontaneous accurrences at they accur. The purpose of observation is to percive the nature and extent of significant interlated element with coplex social phenomena culture patters or human conduct.
Observasi merupakan suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis, dan dengan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indera (terutama mata) terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap pada waktu kejadian itu terjadi. Ini berarti bahwa observasu tidak dapat digunakan terhadap kejadian-kejadian yang sudah awet.
Adapun macam-macam jenis observasi ialah :
1)      Observasi yang berpartisipasi (participant observation).
       Dalam observasi bentuk ini observer turut mengambil bagian di dalam perikehidupan atau situasi dari orang-orang yang diobservasinya. Pada umumnya bentuk ini digunakan untuk mengadakan penyelidikan yang bersifat eksploratif, dan biasanya untuk satuan atau unit-unit sosial yang besar. Tetapi ini tidak berarti bahwa untuk satuan-satuan sosial yang kecil pun orang dapat menggunakan bentuk ini.
2)      Observasi non-partisipasi (non-participant observation).
       Observasi ini merupakan kebalikan dari yang berpartisipasi. Dalam observasi ini observer tidak ikut ambil bagian secara langsung di dalam situasi kehidupan yang diobservasinya. Misalnya: Kalau kita mengadakan penyeidikan sebuah desa, maka kita datang di desa itu dan menyelidikinya, kemudian kembali lagi. Keesokan harinya kita datang lagi ke tempat penyelidikan, dan kemudian juga kembali lagi. Begitulah seterusnya. Pokoknya kita tidak ikut dalam kehidupan di desa itu.
3)      Quasi Partisipasi
       Yaitu apabila dalam observasi, seolah-olah observasi turut berpartisipasi. Jadi sebenarnya hanya pura-pura saja turut ambil bagi dalam situasi kehidupan observes.
4.      Metode Diagnostik-psikis
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan empiris mengenai objek-objek penelitian psikologi sosial. Untuk memperoleh keterangan mengenai pendapat-pendapat orang, cukup dengan menggunakan daftar pertanyaan (angket) yang harus dijawab dengan sejujur-jujurnya. Tetapi untuk memperoleh keterangan yang lebih mendalam mengenai sikap perasaan dan kecenderungan pribadi seseorang, diperlukan alat-alat yang lebih halus daripada sebuah daftar pertanyaan. Untuk keperluan ini maka digunakan “skala sikap” (attitudescales), yaitu skala yang memerlukan percobaan-percobaan yang khas atau pengecekan lebih dulu terhadap sikap-sikap orang, sehingga ukuran tersebut sesuai dengan  kenyataan.
5.      Metode Sosiometri
Metode ini ditemukan dan dikembangkan oleh Moreno dan dimaksudkan untuk meneliti intra-group-relations, atau saling hubungan antara anggota kelompok di dalam suatu kelompok. Terlaksananya dengan menggunakan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan relasi seseorang dan orang lain yang tergabung dalam suatu kelompok, misalnya bagaimana ia menentukan kawan, bagaimana ia memilih teman, syarat-syarat apa yang digunakan untuk menentukan pemilihan teman. Dari jawaban-jawaban itulah dapat dibuat sosiogram, yakni yang menggambarkan bagaimana arah saling hubungan antara kelompk-kelompok itu. 


C.    Perkembangan Psikologi Sosial  
Menurut Bonner (1953) perkembangan psikologi sosial tidak terlepas dari pengaruh ilmu-ilmu lain. Sebagai ilmu tentang perilaku, psikologi sosial terkait dengan ilmu faal dan biologi, karena bagaimanapun juga perilaku ditentukan oleh substruktur biologic manusia. Selanjutnya, perilaku sosial berarti juga penyesuaian diri pada lingkungan sosial. Kegagalan atau kelainan dalam penyesuaian dari menjadi persoalan psikologik tersendiri. Ilmu lain yang berpengaruh pada psikologi sosial adalah sosiologi dan antropologi. Sosiologi terkait dengan perilaku hubungan antarindividu atau antara individu dan kelompok atau antar kelompok (interaksionisme) dalam perilaku sosial. Sebaliknya, antropologi berpengaruh karena perilaku sosial itu selamanya terjadi di dalam suprastruktur budaya tertentu. [3]
            Walaupun demikian, psikologi sosial dan psikologi pada umumnya jelas berbeda dari ilmu-ilmu lain yang mempengaruhinya itu. Psikologi adalah ilmu yang subjektif, biologi adalah ilmu yang objektif. Psikologi disebut sebagai ilmu yang subjektif karena mempelajari pengindraan (sensation) dan persepsi manusia sehingga manusia dianggap sebagai subjek atau pelaku; bukan objeknya. Psikologi mempelajari nilai-nilai yang berkembang dari persepsi subjek, sementara biologi mempelajari fakta yang diperoleh dari penelitian terhadap jasad manusia. Yang terakhir adalah bahwa psikologi mempelajari perilaku secara “molar” (perilaku penyesuaian diri secara menyeluruh), sementara biologi (termasuk ilmu Faal) mempelajari perilaku manusia secara “molecular”, yaitu mempelajari molekul-molekul (bagian-bagian) dari perilaku berupa gerakan, refleks, proses-proses ketubuhan, dan sebagainya.
Menurut Bonner (1953) psikologi sosial mempelajari perilaku individu yang bermakna dalam hubungan dengan lingkungan atau rangsangan sosialnya. Sebaliknya, psikologi umum mempelajari apa saja, terlepas dari makna sosialnya. Psikologi umum lebih banyak dilaksanakan di ruangan eksperimen (laboratorium) dengan menggunakan metode eksperimen.

Psikologi sosial berbeda dengan sosiologi dalam hal fokus studinya. Psikologi sosial memusatkan penelitiannya pada perilaku individu, sosiologi tidak memperhatikan individu. Yang menjadi perhatian sosiologi adalah sistem dan struktur sosial yang dapat berubah atau konstan tanpa tergantung pada individu-individu.
Dalam ilmu psikologi sosial, perlu dibedakan antara ilmu dan terapannya. Krech & Crutchfield (1962), mengatakan bahwa ilmu dapat menjadi  pengetahuan terapan tetapi ilmu itu sendiri tidak harus terkait dengan terapan. Ilmu dapat berkembang terus terlepas dari terapannya. Jika harus selalu terkait dengan terapannya, ilmu justru akan terhambat perkembangannya.

D.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Antara Lain:
a.       Faktor Keluarga
Seirama dengan perkembangan anak, sering orang tua melupakan beberapa hal yang sangat dibutuhkan oleh anak. Kebutuhan ini mencakup : rasa aman, dihargai, disayangi, menyatakan diri. Rasa aman meliputi dua hal yaitu rasa aman secara material dan rasa aman secara mental. Aman secara material, berarti orang tua harus memberikan kebutuhannya seperti pakaian, makanan. Aman secara mental berarti orang tua harus memberikan perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan-ketegangan, membantu dalam menyelesaikan problem-problem mental emosionalnya.
Seorang manusia yang normal, baik anak maupun orang dewasa senantiasa membutuhkan sesuatu “rasa dihargai”. Memalukan anak didepan orang banyak merupakan pukulan jiwa yang sangat berat. Hal ini dapat menekan kemampuan, kreativitasnya, sehingga mengakibatkan anak demikian banyak berdiam diri. Anak merasa apa yang akan diutarakannya tidak akan mendapat sambutan, malah akan memalukan dirinya. Memberikan pujian kepada anak yang memang tepat untuk dipuji adalah sangat baik.
Sebaliknya dalam tindakan yang salah, dipilih kata-kata yang lembut untuk menyalahkannya. Rasa sayang kepada anak perlu kita nyatakan. Anak harus mengetahui bahwa anak memang kita sayangi. Seorang anak yang disayangi, akan menyayangi keluarganya, sehingga akan merasakan bahwa anak dibutuhkan dalam keluarga.
Dalam situasi demikian, anak akan merasa aman, dihargai, dan disayangi. Anak tidak akan merasa takut untuk menyatakan dirinya, pendapatnya, mendiskusikan kesulitan yang dihadapinya, sebab merasa keluarganya sebagai sumber kekuatan yang selalu membantunya dimana perlu. Dengan demikian, akan timbul suatu situasi yang saling membantu, saling menghargai, yang sangat mendukung perkembangan emosional dan sosialnya.

b.       Faktor Sekolah
Bagi anak, kehadiran disekolah berarti perluasan lingkungan sosialnya. Guru-guru dan teman-teman sekelas merupakan lingkungan norma. Selama tidak ada pertentangan diantara ketiga kelompok norma-norma ini, selama itu pula anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya.
Akan tetapi jika salah satu kelompok norma itu lebih kuat daripada lainnya, maka si anak akan menyesuaikan diri ini, ada empat yang dilalui Simanjuntak dan Pasaribu dalam Sugeng Hariyadi, (1992 : 65) yaitu tahap pertama, anak dituntut agar tidak merugikan orang lain, menghargai dan menghormati hak orang lain, tahap kedua, anak dididik untuk mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok; tahap ketiga, anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam interaksi sosial berdasarkan atas give and take; tahap keempat anak dituntut untuk memahami orang lain.
Keemapat tahap ini berlangsung dari proses yang sederhana ke proses yang tergolong kompleks yang semakin menuntut penguasaan sistem respons yang kompleks pula. Dalam hal ini bisa terjadi anak menghadapi konflik yang menghambat perkembangan sosialnya.
c.       Faktor Masyarakat
Masyarakat atau dunia luar (di luar keluarga dan sekolah), sering bersikap tidak konsisten, utamanya terhadap remaja. Remaja dianggap sudah besar, tetapi kenyataannya mereka tidak mendapat kebebasan penuh sebagaimana orang yang sudah besar. Sampai pada saat yang menentukan, mereka dianggap masih kecil, sehingga menyebabkan mereka menjadi kecewa atau jengkel. Keadaan semacam ini tidak jarang merupakan penghambat perkembangan sosial anak khususnya remaja.[4]
E.Pengertian Psikologi Moral
Sebelum memahami pengertian psikologi moral maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian moral. Menurut Purwadarminto (dalam Sunarto, 2008) moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.         
Santrock mengemukakan pengertian moralitas yaitu perilaku proporsional ditambah beberapa sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kolhberg (dalam Santrock, 2002:370) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.[5]                       .
            Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan oranglain. Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang yang berbeda yaitu:
(1) Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan untuk perilaku etis;
(2) Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan bermoral;
(3).Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu.

            Perkembangan moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai dasar dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi interpersonal (apa yang seharusnya dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang orang lain) (King, 2006).

F.Tahap Perkembangan Moral
1.Menurut Piaget (dalam Slavin, 2008:69)
Sebagaimana kemampuan kognitif, Piaget berpendapat bahwa perkembangan moral berlangsung dalam tahap-tahap yang dapat diprediksi, yakni dari tipe penalaran moral yang sangat egosentris ke tipe penalaran moral yang didasarkan pada sistem keadilan berdasarkan kerjasama dan ketimbalbalikan. Piaget menamai tahap pertama perkembangan moral sebagai moralitas heteronom; hal ini juga disebut tahap “realisme moral” atau “moralitas paksaan”. Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan oleh orang-orang lain.
 Selama periode ini, anak-anak yang masih muda terus menerus diberitahu tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pelanggaran aturan diyakini membawa hukuman otomatis. Keadilan dilihat sebagai sesuatu yang otomatis, dan orang-orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum. Piaget juga menggambarkan anak-anak pada tahap ini menilai moralitas perilaku berdasarkan konsekuensi-konsekuensi berikutnya. Mereka menilai perilaku sebagai sesuatu yang jahat kalau hal itu menghasilkan konsekuensi negatif  sekalipun maksud semula pelakunya adalah baik[6]
Piaget menemukan bahwa anak-anak usia 10 atau 12 tahun cenderung mendasarkan penilaian moral pada maksud pelakunya alih-alih konsekuensi tindakan tersebut. Tahap kedua ini dinamakan aturan moralitas otonomi atau “moralitas kerja sama”. Moralitas tersebut muncul ketika dunia sosial anak itu berkembang hingga meliputi makin banyak teman. Dengan terus-menerus berinteraksi dan bekerja sama dengan anak-anak lain, gagasan anak tersebut tentang aturan dan kerena itu juga moralitas mulai berubah. Kini aturan adalah apa yang kita buat sebagai aturan. Hukuman atas pelanggaran tidak lagi otomatis tetapi harus diberikan dengan pertimbangan maksud pelanggar dan lingkungan yang meringankan. Anak mengalami kemajuan dari tahap moralitas heteronom ke tahap moralitas otonom dengan perkembangan struktur kognitif tetapi juga karena interaksi dengan teman-teman yang mempunyai status yang sama. Dia percaya bahwa menyelesaikan konflik dengan teman-teman memperlemah sikap anak-anak mengandalkan otoritas orang dewasa dan meningkatkan kesadaran mereka bahwa aturan padat diubah dan seharusnya ada hanya sebagai hasil persetujuan bersama.
2.Menurut Kohlberg  
            Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan moral, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional. Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetep. [7] 

            1.Tingkat penalaran prakonvensional
Pada penalaran prakonvensional anak tidak memperhatikan internalisasi nilai-nilai moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.pada tingkat ini terdapat dua tahap.
a.        Tahap satu yaitu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment  and obedience    orientation) ialah tahap penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
b.       Tahap dua ialah individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah tahap penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin dan butuh untuk taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

2.Tingkat penalaran Konvensional
 Pada tingkat ini, internalisasi indivdual ialah menengah. Seseorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-atuaran masyarakat.

c.        Tahap tiga ialah norma-norma interpersonal (interpersonal norms). Pada tahap ini, seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai seorang “perempuan yang baik”atau seseorang laki-laki yang baik.
d.      Tahap empat yaitu moralitas sistem sosial (social system morality)Pada tahap ini pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban.

          3. Tingkat penalaran pascakonvensional 
Tingkat ini ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral kohlberg. Pada tingkat ini moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
e.        Tahap lima ialah hak-hak masyarakat Vs hak-hak individual (Community Rights Vs Individual Rights). Pada Tahap Ini, Seseorang Memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting dari pada hukum.
f.       Tahap keenam ialah prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles). Pada tahap ini seseorang telah mengembangan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

                   G. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral.
                Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang berhubungan dengan perkembangan penalaran dan perilaku moral:[8]
  -Kognitif.umum
            Penalaran moral yang tinggi yaitu penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral tergantung pada perkembangan kognitif.(KohlbergdalamOrmord,2000:139).
Contoh: anak-anak secara intelektual berbakat umumnya lebih sering berpikir entang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di masyarakat lokan ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya (Silverman dalam Ormord, 200:139). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan.moral.

            -Penggunaan rasio dan retionale
            Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi (Hoffman dalam Ormord, 2000:140).
Contoh: induksi berpusat pada korban induksi membantu siswa berfokus pada kesusahan orang lain dan membantu siswa memahami bahwa mereka sendirilah penyebab kesesahan-kesusahan tersebut. Penggunaan konduksi secara konsisten dalam mendisiplinkan anak-anak, terutama ketika disertai hukuman ringan bagi perilaku yang menyimpang misalnya menegaskan bahwa mereka harus meminta maaf.atas.perilaku.yang.keliru.

            -DilemaMoral
            Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya membantu anak-anak yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap yang.dimilik.anak.pada.saat.itu.
Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang sangat mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela membiarkan temannya menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya mungkin menekankan logika hokum dan keteraturann dengan menyarankan agar semua siswa seharusnya menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa bantuan orang lain karena tugas-tugas pekerjaan rumah dirancang.untuk.membantu.siswa.belajar.lebih.efektif.

            -Perasaan diri
            Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berfikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narvaez dalam Ormrod, 200:140).
Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara keseluruhan. Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan belarasa yang mereka lakukan tidak terbatasa hanya pada teman-teman dan orang yang mereka kenal saja melainkan juga meluas ke masyarakat.[9]

H.Upaya Mengembangkan Moral Remaja
            Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan moral remaja adalah:
            -Menciptakan Komunikasi
            Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Hendaknya ada upaya untuk mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga, sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta secara aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok.

            -Menciptakan iklim lingkungan yang serasi
            Lingkungan merupakan faktor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina, yaitu orang.tua.dan.guru.Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini.
Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk, sehingga secara psikologis berpedoman kepada agama.termasuk.dalam.final.
            Mendorong perilaku dan perkembangan moral di dalam kelas
Beberapa individu yang beritikad baik menyatakan bahwa mesyarakat sedang mengalami kemerosotan moral yang drastis dan mendesak para orang tua dan para pendidik untuk menanamkan nilai-nilai moral yang baik (kejujuran, kesetiaan, tanggungjawab, dan lain-lain) melalui pelajaran di rumah dan di sekolah, serta melalui kontrol yang tegas terhadap perilaku anak-anak. Kenyataannya tidak ada bukti generasi anak muda sekarang berada pada pada tingkat moral atau proposional yang rendah dibandingkan dengan generasi terdahulu (Turiel dalam Jeanne, 2000:141). Selain itu, mengajari siswa mengenai perilaku yang tepat secara moral dan menerapkan kontrol yang tegas terhadap tindakan mereka dalam rangka menanamkan serangkaian moral tertentu hanya memiliki sedikit dampak terhadap mereka.












 BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
psikologi sosial adalah tingkah laku dalam hubunga  manusia dengan lingkungan sekitar nya,sesama manusia,manusia dengan kelompoknya dan dengan lingkgan tempat tinggalnya selain itu Psikolog sosial juga membahas pengaruh budaya seperti iklan, buku perilaku, film, televisi, dan radio, seseorang bisa berubah tingkah lakunya karena pengaruh budaya lain. pengertian perkembangan moral maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian moral. Menurut Purwadarminto (dalam Sunarto, 2008) moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
perkembangan psikologi sosial tidak terlepas dari pengaruh ilmu-ilmu lain. Sebagai ilmu tentang perilaku, psikologi sosial terkait dengan ilmu faal dan biologi, karena bagaimanapun juga perilaku ditentukan oleh substruktur biologic manusia. Selanjutnya, perilaku sosial berarti juga penyesuaian diri pada lingkungan sosial. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Antara Lain:Keluarga,sekolah dan masyarakat dan lingkungan.         
            moral merupakan kendali dalam  bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.



Faktor yang mempengaruhi perkembanagan moral  antara lain :kognitif umum,penggunaan rasio dan retionale,dilema moral,perasan diri.Upaya Mengembangkan Moral RemajaAdapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan moral remaja adalah: menciptakan komunikasi,menciptakan  iklim lingkunga yang serasi.
B.       Saran
Saran untuk kita semua sebagai pendidik, harus memaksimalkan dalam membantu menumbuh kembangkan potensi anak. Dan harus mengetahui tahap-tahap perkembangan anak. Agar perkembangan anak berjalan dengan optimal.  













DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi,  psikologi pendidikan, yogyakarta:Rineka cipta,1971.

Bimo, Walgito, psikologi umum,  yogyakarta: Andi offset1994
Dalyono, Psikologi pendidikan,  Jakarta: PT Rineka cipta, 2002.
Rifai, Achmad, Psikologi Pendidikan, Semarang:  Unnes Press, 2009.

Sarlito Wirawan, pengantar umum psikologi pendidikan, Jakarta: N.V.bulan           bintang, 1982.
Sarlito, wirawan,  pengantar umum psikologi  Jakarta: Mutiara 0fset, 1974.

Sumadi, suryabrata, Psikologi pendidikan, Jakarta:PT raja Grafindo persada,1984.

Sugihartono,  psikologi pendidikan,  yokyakarta: UNY pres, 2007

Sumanto, metologi penelitian sosial dan pendirikan,  yogyakarta : Andi Offset,      2008


[1] Bimo walgito, Pengantar psikologi umum,(Yogyakarta:Andi Offset,1994)hal:3
[2] M.Dalyono,Psikologi pendidikan,(jakarta:PT Rineka Cipta,2002)hal.134
[3]  Sarlito wirawan,pengantar umum psikologi (jakarta:Mutiara 0fset,1974),hal.82
[4]Sarlito wirawan,psikologi pendidikan,(jakarta:N.V bulan bintang,1982)hal.63
[5]  Sumadi suryabrata,Psikologi pendidikan,(Jakarta:PT raja Grafindo persada,1984)hal.147
 [6] Abu Ahmadi,psikologi pendidikan,(yogyakarta:Rineka cipta,1971)hal.13
[7] Sugihartono, psikologi pendidikan,( yokyakarta: UNY pres, 2007 ) hal 61
[8]  Sumanto, metologi penelitian sosial dan pendirikan, ( yogyakarta : andi offset,2008 ) hal 23
                [9] Sumadi, suryabrata, Psikologi pendidikan, (Jakarta:PT raja Grafindo persada,1984).hal 172


Total comment

Author

AHLUL NAZAR

0   komentar

Cancel Reply