Formulir Kontak

 

Makalah Tipe Kepemimpinan dalam Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan topik menarik yang sering dibicarakan oleh kalangan orang banyak, baik dalam organisasi yang kecil maupun dalam organisasi yang besar. Setiap satuan organisasi, baik formal maupun informal selalu ada pemimpin yang memimpinnya. Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membina, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemajuan dan keberhasilan suatu sekolah dalam mencetak anak didik yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh elemen-elemen yang ada di dalamnya, yaitu antara lain kepala sekolah, guru, staf administrasi, serta peran masyarakat di sekitar lingkungan sekolah. Kesemuanya itu sangat tergantung pada cara kepala sekolah untuk mengatur dan memimpin serta menerapkan manajemen yang berbasis sekolah secara tepat. Pada kenyataannya, banyak sekali kepala sekolah yang kurang atau bahkan tidak paham dengan tugas, tanggung jawabnya, serta kewajibannya sebagai seorang pemimpin, seorang figur yang menjadi panutan serta contoh bagi para guru, siswa, dan steckholder yang ada pada sekolah itu, serta kepala sekolah sebagai seorang pemegang kendali kemajuan dan keberhasilan suatu sekolah. Oleh karena itu, para kepala sekolah hendaknya betul-betul paham dan mengerti apa yang harus dilakukan sebagai seorang pemimpin.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian kepala, pemimpin, dan kepemimpinan?
2.    Apa sajakah gaya atau tipe kepemimpinan dalam pendidikan?
3.    Apa sajakah kemampuan dasar yang harus dimiliki kepala sekolah?
4.    Bagaimanakah implementasi sistem kepemimpinan sekolah?

C.   Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian kepala, pemimpin, dan kepemimpinan.
2.    Untuk mengetahui gaya atau tipe kepemimpinan dalam pendidikan.
3.    Untuk mengetahui kemampuan dasar yang harus dimiliki kepala sekolah.
4.    Untuk mengetahui bagaimana implementasi sistem kepemimpinan sekolah.











BAB II
PEMBAHASAN
A. KEPEMIMPINAN
1.    Pengertian Kepala, Pemimpin, dan Kepemimpinan
       Kekepalaan mempunyai konotasi adanya kedudukan dalam hirarki organisasi, yang di dalamnya terkandung tugas, wewenang dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara formal. Kekepalaan berkaitan dengan wewenang sah berdasarkan ketentuan formal, untuk membawahi dan memberi perintah-perintah kepada kelompok orang-orang “bawahan” tertentu dan dalam bidang masalah tertentu pula. Seorang kepala unit belum tentu dapat menjadi leader.
       Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
       Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.[1]

2.    Gaya atau Tipe Kepemimpinan dalam Pendidikan
a.         Tipe Otokratis
Otokratis berasal dari kata oto yang berarti sendiri, dan kratos yang berarti pemerintah. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan sendiri. Ciri-ciri dari pemimpin otokratis itu antara lain:
a) menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi
b) mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c) menganggap bawahan sebagai alat semata mata
d) tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
e) terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f) menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan.
Akibat dari kepemimpinannya tersebut, guru menjadi orang yang penurut dan tidak mampu berinisiatif serta takut untuk mengambil keputusan, guru dan murid dipaksa bekerja keras dengan diliputi perasaan takut akan ancaman hukuman, serta sekolah akan menjadi statis.
Kelebihan:
·         Keputusan dapat diambil secara cepat
·         Mudah dilakukan pengawasan
Kelemahan:
·         Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki rapat atau musyawarah.
·         Setiap perbedaan diantara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan.
·         Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
·         Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.[2]
b.        Tipe Laissez faire
Laissez faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai ”biarkan saja berjalan” atau ‘tidak usah dihiraukan’, jadi mengandung sikap ‘masa bodo’. Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari bentuk kepemimpinan otoriter. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggota-anggota kelompoknya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Sehingga kekuasaan dan tanggung jawab menjadi simpang siur dan tidak terarah. Kepemimpinan seperti ini pada dasarnya kurang tepat bila dilaksanakan secara murni di lingkungan pendidikan. Karena dalam hal ini setiap anggota kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek manajemen tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan.
Kelebihan:
·         Keputusan berdasarkan keputusan anggota.
·         Tidak ada dominasi dari pemimpin

Kekurangan:
·         Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya.
·         Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin.
·         Tingkat keberhasilan anggota dan kelompok semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin.
·         Struktur organisasinya tidak jelas atau kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
c.         Tipe Demokratis
Kepemimpinan tipe ini menempatkan faktor manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam sebuah organisasi. Dalam kepemimpinan ini setiap individu, sebagai manusia dihargai atau dihormati eksistensi dan peranannya dalam memajukan dan mengembangkn organisasi. Oleh karena itu perilaku dalam gaya kepemimpinan yang dominan pada tipe kepemimpinan ini adalah perilaku memberi perlindungan dan penyelamatan, perilaku memajukan dan mengembangkan organisasi serta perilaku eksekutif.

Kelebihan:
·         Dalam melaksanalan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran dari kelompoknya.
·         Ia mempunyai kepercayaan pula pada anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab.
·         Ia selalu berusaha membangun semangat anggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya dengan cara memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan.
Kekurangan:
·         Proses pengambilan keputusan akan memakan waktu yang lebih banyak.
·         Sulitnya pencapaian kesepakatan.
d.        Tipe Pseudo Demokatis
Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah pemimpin tersebut demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara halus. Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic manipulation atau manipulasi diplomatis. Jadi, pemimpin pseudo demokratis sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.[3]

3.    Kemampuan Dasar yang Harus di Miliki Kepala Sekolah
       a. Kompetensi Kepribadian
·         Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin.
·         Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah.
·         Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
·         Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah.
·         Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

       b.  Kompetensi Manajerial
·         Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
·         Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan.
·         Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
·         Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
·         Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
·         Mampu mengelola hubungan sekolah – masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah.
·         Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

       c.  Kompetensi Supervisi
·         Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik yang tepat.
·         Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat.

       d.  Kompetensi Sosial
·         Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah.
·         Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
·         Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.[4]

4.    Implementasi Sistem Kepemimpinan Sekolah
       Membangun sistem pendidikan nasional secara bermutu adalah sebuah gairah dan pandangan hidup bagi kelembagaan pendidikan yang menerapkanya. Masalahnya adalah bagaimana membangkitkan keinginan dan hasrat untuk membangun sistem pendidikan nasional yang tentunya demi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Petters dan Austin (Sallis, 2006: 169) dalam bukunya A Passion for Excellence meyakinkan mereka dalam penelitiannya bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu, sebuah gaya yang mereka singkat dengan MBWA (management by walking about) atau manajemen dengan melaksanakan. Konsep MBWA ini menekankan pentingnya kehidupan pemimpin dan pemahaman akan pandangan mereka terhadap karyawan dan proses institusi. Keinginan untuk bermutu, untuk unggul tidak bisa dikomunikasikan dari balik meja. Petters dan Austin (Sallis, 2006: 170-171) memberikan pertimbangan spesifik pada kepemimpinan pendidikan dalam sebuah bab yang berjudul Excellence in School Leadership. Mereka memandang bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini.
a. Visi dan Simbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para pelajar, dan kepada komunitas yan lebih luas.
b. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah institusi.
c. Otonomi, eksperimentasi, dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan harus melakukan inovasi di antara staf-stafnya dan bersiap-siap mengantisipasi kegagalan yang mengiringi inovasi tersebut.
d. Menciptakan rasa kekeluargaan. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan di antara para pelajar, orang tua, guru, dan staf institusi.
e. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme adalah sifat-sifat yang merupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan.[5] 


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.      Kepala ialah Seseorang yang memiliki kedudukan dalam hirarki organisasi, yang di dalamnya terkandung tugas, wewenang dan tanggung jawab.
2.      Pemimpin ialah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
3.      Kepemimpinan ialah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
4.      Gaya atau tipe kepemimpinan umumnya terbagi menjadi 4 macam yaitu: tipe otokratis, tipe laissez faire, tipe demokratis, dan tipe pseudo demokratis.
5.      Kemampuan dasar yang harus di miliki seorang kepala sekolah meliputi beberapa aspek yaitu: kepribadian, manajerial, social, dan supervise.
6.      Bentuk implementasi kepemimpinan di sekolah yaitu, visi dan simbol-simbol; otonomi, eksperimentasi, dan antisipasi terhadap kegagalan, dan lain-lain.

B.   Saran
       Semoga dengan selesainya makalah ini di harapkan agar para pembaca khususnya mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh dapat lebih mengetahui dan memahami tentang manajemen kepemimpinan serta dapat mengaplikasikannya di dalam pendidikan.
Daftar Pustaka

E Mulyasa., Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
E Mulyasa., Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006
Hendiyat Soetopo., Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara,
            1988
Wahjosumidjo., Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003


[1] E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 107
[2] Hendiyat Soetopo, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1988, hal. 7
[3] Hendiyat Soetopo, Kepemimpinan…, hal. 9
[4] E Mulyasa, Menjadi Kepala…, hal. 32
[5] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 23

Total comment

Author

AHLUL NAZAR

0   komentar

Cancel Reply