BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Taksonomi
merupakan kelompok ilmu dasar yang berarti ilmu kajian dasar dari ilmu biologi
dengan tidak membatasi hanya satu atau objek tertentu saja. Taksonomi berasal
dari 2 kata. Yaitu Taxis (susunan) dan nomos (hukum
atau aturan). Taksonomi tumbuhan tidak hanya mempelajari tentang pencirian,
klasifikasi, pendeskripsian dan penamaan saja. Tetapi juga mempelajari
fungsi-fungsi ekologisnya di alam.
Ahli
taksonomi tumbuhan mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam membantu usaha
konservasi jenis, membuat cagar alam dan mencegah punahnya jenis-jenis tumbuhan
tertentu. Seelain itu seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan
tentang morfologi, embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya.
Cabang ilmu ini merupakan dasar dari botani, tapi di lain pihak perkembangannya
sangat tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya. Data-data yang
diungkapkan sebagai hasil penelitian sitologi, genetika, anatomi, ekologi,
morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang
botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu itu
sendiri tidaklah akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani
sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang
banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya
dikukuhkan kalau identitas atau nama tumbuhan objeknya meragukan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan konsep jenis ?
2.
Apa saja sumber bukti dalam taksonomi ?
C.
Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian konsep jenis
2.
Untuk mengetahui apa saja sumber bukti dalam taksonomi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Jenis
Jenis merupakan
batu pijakan pertama dalam klasifikasi biologi, karena tingkatan inilah
kategori yang lebih tinggi atau lebih
rendah dibangun. Menurut Porter (1959), jenis adalah populasi alami yang ditandai
dengan dapat melahirkan keturunan yang kurang lebih terisolasi secara genetic
akibat distribusi geografi dan lingkungan. Jadi, jenis merupakan unit yang
sama- sama memiliki suatu ciri pokok yaitu ide atau konsep yang bersifat
abstrak serta memberikan ciri mengenai unit tersebut.
Banyaknya
criteria yang dapat dijadikan dasar dalam member batasan menyebabkan batasannya
juga banyak. Saat ini dikenal adanya berbagai konsep antara lain: konsep jenis
taksonomi, konsep jenis biologi, genetika, palentologi, evolusi, kladistik dan
jenis biosistematik.
Menurut davis
dan Heywood (1973) dari berbagai konsep jenis yang ada, maka dapat
dikelompokkan menjadi dua: konsep jenis taksonomi dan konsep jenis biologi.
Konsep jenis taksonomi (morphological
species concept) didefinisikan sebagai populasi-populasi yang terdiri atas individu-individu
dengan ciri morfologi sama dan dapat dipisahkan dari jenis lainnya oleh adanya
ketidakseimbangan cirri-ciri morfologi yang berkorelasi. Hakikatnya, konsep ini
didasarkan pada system tradisional yang menggunakan sifat morfologi, morfogeografi
dan tipologi. Sifat morfologi yang dimaksud adalah sifat yang dapat dilihat dan
diukur dan dikombinasikan dengan pola penyebarannya.
Konsep jenis
biologi umumnya menggunakan sifat-sifat biosistematika, genetika dan
sitogenetika. Dasar konsep ini adalah pada ketidakmampuan jenis yang berbeda
untuk mempertukarkan gen. menurut konsep ini, jenis diartikan sebagai kelompok
individu di alam yang mampu melakukan perkawinan satu sama lain. Permasalahan
yang terjadi dalam konsep jenis biologi, yaitu: a). sulit untuk menentukan
apakah suatu jenis telah mengadakan interbreeding di alam bebas b). kesulitan
merangsang organisme dari dua populasi agar terjadi interbreeding di
laboratorium guna mengetahui potensi dari pertukaran gen 3.) umum terjadi pada
tumbuhan bahwa dua jenis tumbuhan yang secara morfologi berbeda, dapat
mengadakan hibridisasi di alam bebas, sehingga melemahkan criteria isolasi
reproduktif.
K.M. Sawadski
dalam De Vogel (1987) menyatakan, terdapat 10 kriteria yang dapat digunakan
untuk membatasi suatu jenis di alam, yaitu;
1. Tingkatan
(misalnya, jenis adalah suatu system yang meliputi individu)
2. Tipe
organisasi khusus (seperti DNA/ RNA/ Protein)
3. Reproduksi
bersifat autonom (generasi berikutnya menyerupai induk)
4. Jenis
berbeda dengan jenis lain
5. Kepastian
batas ekologinya (mempunyai relung dan habitat khusus)
6. Kepastian
batas geografi (punya kawasan tersendiri)
7. Keanekaragaman
terdiri dari suatu kelompok yang anggotanya dapat dikenal
8. Sejarah
evolusi tersendiri
9. Ketahanan
(tetap sama, paling tidak selama periode yang cukup lama)
10. Kesatuan
sebagai suatu system, bukan jumlah anggotanya
Ahli taksonomi
seperti Turreson, dalam penelitian tentang hibridisasi membuat kategori khusus
untuk menyatakan variasi dan jenis. Kategori tersebut adalah ecotype,
ecospecies dan coenospecies. Ecotype adalah dua populasi yang sangat dekat
hubungannya, namun secara ekologisnya berbeda dan jika terjadi perkawinan akan
menghasilkan keturunan, ecospecies sama dengan ecotype, tetapi bila terjadi
hibridisasi kemampuan hidup turunannya kurang. Coenospecies adalah jika kawin
maka tidak menghasilkan turunan (steril) walaupun perkawinan tersebut dilakukan
secara buatan. Selain itu Rifai (1976) menyebut kategori yang memiliki variasi
jenis dengan biotipenya. Biotipe adalah suatu populasi yang
individu-individunya mempunyai susuunan genotype yang sama. Suatu biotipe
mungkin bersifat homozigot atau heterozigot.
1.
Kategori
Infraspesifik
Kode
internasional tatanama tumbuhan (KITT) membenarkan adanya lima kategori di
bawah tingkat jenis, yaitu: anak jenis, varietas, anak varietas, forma dan anak
forma. Dari lima kategori itu, hanya tiga yang paling umum digunakan yaitu:
jenis, varietas dan forma.
a.
Sub
species (anak jenis)
Menurut Du Rietz dalam
Stace (1980), anak jenis merupakan populasi-populasi yang terdiri dari biotipe-
biotipe dengan daerah penyebaran yang meluas (terpisah) samapi meliputi suatu
wilayah atau kawasan (regional). Selanjutnya disebut dengan ras geografi,
ekotipe, totpodema atau genodema. Dengan demikian, dapat dianggap sebagi ras dari
jenis yang terpisah oleh perbedaan morfologi tapi diantaranya tidak terdapat
penghalang genetika, sekalipun daerah penyebarannya juga berbeda.
b.
varietas
varietas merupakan
kategori yang sering digunakan para ahli pertanian yang mengacu pada segala
bentuk variasi jenis tanaman.pada hal istilah hal ynag paling tepat untuk
menyatakan varietas tersebut adalah: kultivar (cultivar : cultivated
variety, varietas yang dibudidayakan). Varietas merupakan populasi yang
terisir atas sesuatu atau bebrapa biotipe, mempunyai cirri morfologi nyata dan
tersebar dalam daerah yang terbatas,
sehingga dikenal dengan ras local populasi jenisnya. Karena itu variasi yang
menjadi ciri varietas dapat mempunyai sifat yang sesuai dengan factor- factor
geografi, ekologi atau sitologi atau gabungan dari ketiganya..
c.
Forma
Forma merupakan tingkat
takson terendah atau kategori paling kecil jika konsep subforma diabaikan.
Variasi yang dimaksud menyangkut, misalnya: warna mahkota bunga, warna buah dan
tanggapan terhadap habitat tertentu.dengan demikian forma adalah populasi dari
suatu atau beberapa biotipe yang mempunyai ciri
berbeda secara sporadis dalam populasi jenisnya. Biasanya daerah
penyebaran forma terdapat pada daerah penyebaran jenis. Penulisan nama untuk
forma sama dengan penulisan nama untuk sub species atau untuk varietas, yaitu
kombinasi antara nama species dan petunjuk takson dibawah species, dirangkaikan
dengan istilah forma. Contoh: Oriza
sativa var. glutinosa forma: ketan
hitam. Contoh lain: Saxifrage var. aizen
subvar. Brevifolia forma multicaulis subforma Surculosa Engler & Irnetohei.
B.
Sumber
Bukti Taksonomi
Setiap
informasi mengenai tumbuhan secara potensial dapat digunakan untuk mennetukan
dan mengetahui hubungan kekerabatannya. Informasi tersebut dapat dalam jumlah
kecil atau besar dan dapat berasala dari tumbuan atau kelompok tumbuhan. Dari
keseluruhan data tersebut secara umum berasal dari 3 sumber dasar yaitu:
a. Berasal
dari tumbuhan itu sendiri, seperti morfologi, sitologi, genetika dan kimia
b. Berasal
dati tumbuhan dan hasil interaksi dengan organism lainnya, seperti data
sitogenik, data biologi reproduksi, misalnya polinasi, penyebaran dengan
bantuan hewan.
c. Berasal
dari interaksi tumbuhan dengan lingkungan, seperti: agihan( distribusi) dan
ekologi.
1.
Morfologi
Morfologi
merupakan bentuk luar dari tumbuhan. Sifat morfologi merupakan cerminan hasil
interaksi genotip dengan lingkungan. Data morfologi sudah digunakan sejak
perkembangan awal taksonomi tumbuhan, yaitu sejak zaman yunani kuno sampai
zaman herbalis, serta system klasifikasi sekarang. Oleh karena itu data
morfologi tetap akan digunakan sampai akhir masa.
Jenis
data morfologi dapat dibedakan atas, morfologi makro dan morfologi mikro.
Morfologi makro adalah data-data yang dapat diamati dengan mata telanjang. Data
ini umumya digunakan dalam pembuatan kunci determinasi tumbuhan, karena
relative mudah dan cepat diamati serta di dokumentasi. Sedangkan data morfologi
mikro pengamatannya harus dibantu dengan mikroskop cahaya maupun mikroskop
electron, terutama SEM.
Data
morfologi dapat berasal dari organ vegetative maupun reproduktif. Organ
vegetative yang dijadikan sebagai data adalah akar (misalnya: serabut,
tunggang, rambut akar dan bulu akar), batang, daun dan lain-lain. Data
reproduktif perannya lebih besar dari data vegetative, karena data ini lebih
konsisten sifatnya. Data ini dapat
berupa bunga, buah dan biji. Data bunga dapat berupa jumlah stamen, posisi,
antera dan tipe bunga. Penggunaan alat bantu seperti SEM dalam mengamati organ
reproduktif yang kecil seperti serbuk sari dan biji memungkinkan diperoleh data
yang lebih akurat.
2.
Anatomi
Penggunaan
data anatomi perbandingan sudah dilakukan satu abad yang lalu oleh Aguste
Mathiew. Aguste Mathiew menggunakan struktur anatomi kayu untuk membuat
deskripsi batang tentang kayu hutan dalam bukunya “Florae Forestiere”.
Penggunaan data anatomi batang, daun dan bunga sangat berguna serta mempunyai
nilai taksonomi penting pada golongan-golongan tertentu. Terdapat dua jenis
data anatomi yaitu: data endomorfik dan ultrastruktur. Data-data tersebut
berasal dari organ vegetative dan generative. Anatomi vegetative lebih banyak
digunakan dari pada anatomi generative.
Selain
anatomi batang, anatomi daun juga banyak digunakan,terutama yang dikaitkan
dengan jalur fotosintesis C4. Pada tumbuhan C4, daunnnya ditemukan seludang
ikatan pembuluh, sususnan sklerenkim, ukuran sel epidermis bentuk dan sebaran
sel silica dan lain sebagainya.
Aplikasi
anatomi genertif untuk kegiatan taksonomi lebih terbatas dibandingkan dengan
anatomi organ vegetative, mengingat teknik dan penafsirannya diikuti. Data
anatomi organ reproduktif yang bermanfaat dalam taksonomi antara lain struktur
daun buah (carpelum), sedangkan
penggunaan struktur anatomi buah dan biji dilakukan oleh Elisens pada tribus Antirrhineae dan familia Scrophulariaceae.
3.
Palinologi
Palinologi
adalah studi tentang serbuk sari dan spora. Penggunaaan serbuk sari untuk
tujuan klaaifikasi pertama dilakukan oleh John Lidley (1830- 1840). Untuk
kepentingan taksonomi data palinologi dapat dilakukan pada seluruh kategori,
terutama kategoriminor dan infraspesifik.
Ciri
morfologi yang dapat digunakan untuk kepentingan taksonomi meliputi: unit,
polaritas, simetri, bentuk, ukuran, aperture dan skulptur (ornamentasi). Unit
serbuk sari dalam theca umumnya adalah monad, namun juga ada yang berbentuk
majemuk yaitu, tetrad, diad, polia dan massula. Serbuk sari mempunyai dua tipe
yaitu, radial simetri dan bilateral simetri. Simetrinya ditentukan oleh
apertura. Ukuran serbuk sari ditentukan oleh panjang aksis terpanjang. Mislanya
ukuran serbuk sari terkecil pada Mysotis
alpestris dan ukuran serbuk sari terbesar pada Mirabilis jalapa.
Aperture
merupakan sifat serbuksari yang sangat penting, dapat dibedakan atas: sulkus,
kolpus, ruga dan porus. Skulptur atau ornamentasi merupakan pahatan- pahatan
yang terdapat pada dinding luar serbuksari dank has bagi setiap species
tumbuhan. Serbuksari mempunyai dinding yang terdiri dari dua lapisan utama,
yaitu: eksin di sebelah luar dan intin disebelah dalam.
4.
Sitologi
Sitologi
dalam pengertian yang lebih luas menyangkut semua aspek dari sel. Dalam kerja taksonomi,
data dari sitologi difokuskan pada kromosom,mencakup: jumlah, ukuran, bentuk,
perilaku pada waktu meiosis, dan kandungan DNA. Dengan mikroskop cahaya
kromosom hanya terlihat pada waktu pembelahan inti.
Data
kromosom dapat dilihat dari dua sudut pandang jika digunakan untuk kepentingan
taksonomi, yaitu 1). Dilihat dari segi anatomi, jumlah kromosom sama pentingnya
dengan jumlah dinding buah 2). Jumlah kromosom dan homolognya secara luas akan
menggambarkan cirri khas pada saat meiosis, yang merupakan bagian dari proses
yang mengatur tinkat fertilitas dan sifat-sifat keturunannya secara variasi
bentuk populasinya.
Hubungan taksonomi dengan ilmu ini adalah pengelompokkan sel
berdasarkan penyusunnya. Semua individu dalam suatu jenis biasanya mempunyai jumlah
kromosom yang sama, walaupun ada kekecualian. Jika ada dua tumbuhan yang
mempunyai persamaan secara morfolgi dan anatomi, sedangkan ada ada semacam
penelitian yang menyatakan bahwa keduanya merupakan jenis yang berbeda, maka
secara sitologi dapat diperiksa bagaimana struktur dan jumlah kromosom
keduanya. Jika ternyata berbeda, maka
peluang untuk memisahkan keduanya pun cukup terbuka.
5.
Kimia
Penggunaan data kimia untuk tujuan taksonomi terutama dalam
mencari hubungan kekerabatan tumbuhan telah dilakukan oleh Abbot (1886).
Menggunakan kandungan zat saponin (steroid) untuk mempelajari evolusi tumbuhan.
Bête- Smith telah mengggunakan zat fenolik dalam klasifikas tumbuhan.
Data kimia yang digunakan untuk kepentingan taksonomi dapat
dibedakan atas: makromolekul dan mikromolekul. Makromolekul adalah bagian dari
mesin metabolism dasar tumbuhan. Makromolekul berupa protein dan asam nukleat
yang terdapat padaa mitokondria serta kloroplas. Analisis makromolekul telah
memberikan harapan dalam mencari hubungan kekerabatan kelompok utama pada
tumbuhan biji tertutup. Analisis protein dapat digunakan sebagai cirri
taksonomi, karena protein merupakan produk langsung dari kode DNA. Namun
analisis makromolekul membutuhkan ketelitian dan waktu yang lama.
Makromolekul adalah hasil metabolism sekunder tumbuhan. Data
mikromolekul berupa: flavonoid, terpenoid, alkanoid, betalains dan glukosinat.
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang paling sering
digunakan untuk studi taksonomi. Hal itu disebabkan flavonoid relative mudah
dipisahkan, mudah diidentifikasi. Terpenoid merupakan senyawa sekunder dari
jalur geranyl pyrophospat . jenis terenoid yang umum dipakai dalam taksonomi
adalah senyawa monoterpenoid dan squiterpenoid.
Alkaloid terseusun dari berbagai
golongan senyawa dengan satu atau lebih cincin nitrogen. Anggota marga Solanaceae semuanya mengandung alkanoid.
Betalain dapat digolongkan dalam kelompok senyawa alkaloid. Karena mengandung
nitrogen heterosiklis. Senyawa ini hanya terdapat pada ordo Caryophillales pada
jaringan floemnya. Senyawa tersebut ada yang kemerah-merahan (betacyanin) atau
kekuning-kuningan (betaxanthin), dan terdapat pada pigmen daun mahkota, atau
padaa organ lain pada tumbuhan kembang kertas (Bougainvillea). Glukosinat
sangat bermanfaat dalam klasifikasi ordo Capparales,
termasuk Cruciferae dan Capparaceae.
6.
Genetika
Genetika
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan
pemindahan informasi dari satu sel ke sel lain dan pewarisan sifat (Hereditas)
dari induk ke anaknya. Secara singkat dapat juga
dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang gen dan segala aspeknya.
Istilah "genetika" diperkenalkan oleh William
Bateson pada suatu surat
pribadi kepada Adam
Chadwick dan ia menggunakannya pada
Konferensi Internasional tentang Genetika ke-3 pada tahun 1906.
7.
Ekologi
Data ekologi tidak berhubungan
langsung dengan tumbuhan, tetapi interaksi tumbyhan dengan lingkunagnnya.
Interaksi tersebut terjadi antara tumbuhan dengan lingkunagn abiotik (tanah,
udara,suhu dan kelembapan) dan lingkunagn biotik.
Studi ekologi member petunjuk bahwa keadaan
cirri morfologi berkorelasi dengan factor lingkunagan seperti cahay, kesuburan
tanah dan kelembapan. Peran ekologi terhadap taksonomi sepeti, mengapa terjadi
ketidaksinambungan terhadap struktur, fungsi dan distribusi tumbuhan.
Persebaran setiap jenis
tumbuhan yang menyusun flora dipengaruhi
oleh sejarah tumbuhan. Setiap jenis tumbuahna yang berbeda umumnya mempunyai
daerah persebaran yang berbeda pula. Walaupun ada beberapa jenis tumbuhan
menempati persebaran daerah yang sama.taksa yang mennepati daerah- daerah
geografis secar ekslusif disebut alopatrik. Taksa yang persebarannya disuatu
daerah secara bersama-sama atau tumpang tindih disebut simpatrik atau semi
simpatrik. Pada tingkat jenis pola persebaran tumbuhan dapat memberikan
informasi tentang jenis tumbuahn yang bersifat: 1). Kosmopolit, penyebarannya
sangat luas 2). Sirkumpolar, hanya menyebar di kutub utar and selatan 3).
Sirkumboreal, tersebar hanya didaerah boreal 4). Pantropik, menyebar di daerah
tropic dan subtropik.
Selain yang telah disebutkan juga
dikenal adanya takson endemic, yaitu persebaran takson dengan daerah sangat
terbatas atau habitat tunggal. Dikenal ada dua tipe endemisme, yaitu
Neondemisme dan Paleoendemisme.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Jenis
merupakan unit yang sama- sama memiliki suatu ciri pokok yaitu ide atau konsep
yang bersifat abstrak serta memberikan ciri mengenai unit tersebut. Konsep
jenis dibedakan menjadi 2, yaitu: konsep jenis taksonomi dan konsep jenis
biologi.
2. Terdapat
3 penggolongan sumber bukti- bukti taksonomi: a). Berasal dari tumbuhan itu
sendiri, seperti morfologi, sitologi, genetika dan kimia b). Berasal dati
tumbuhan dan hasil interaksi dengan organism lainnya, seperti data sitogenik,
data biologi reproduksi, misalnya polinasi, penyebaran dengan bantuan hewan c).
Berasal dari interaksi tumbuhan dengan lingkungan, seperti: agihan( distribusi)
dan ekologi.
B.
Saran
Dengan
membaca makalah ini, pembaca disarankan agar dapat memahami tentang konsep
jenis dan sumner bukti-bukti taksonomi. Penulis menyadari bahwa materi yang
penulis jelaskan masih terdapat banyak kekurangan. Sehingga untuk mengetahui
lebih luas tentang ilmu Taksonomi Tumbuhan Tinggi, pembaca dapat memperoleh
dari berbagai sumber lainnya, seperti buku, jurnal ataupun internet.
DFTAR
PUSTAKA
Hasanuddin, 2006, Taksonomi Tumbuhan Tingggi, Banda Aceh:
Univ Syiah Kuala