BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia
menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak
mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam
bidang pendidikan. Namun seringkali kita melihat perkembangan prestasi anak
yang ternyata tergolong memiliki bakat istimewa atau dikenal dengan istilah dengan Pelajar pengecualian (Learners with
Exceptionalities) atau Anak Berkebutuhan
Khusus (IDEA – Individuals with Disabilities Education Act) adalah setiap orang
yang kinerja fisik, mental atau perilakunya begitu berbeda dari yang biasa
lebih tinggi atau lebih rendah sehingga pelayanan tambahan diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan orang tersebut.
Setiap individu hendaknya mendapat kesempatan
dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan,
kecerdasan, bakat, minatnya, latar belakang dan lingkungan fisik serta sosial
masing-masing siswa maka kemajuan belajar siswa yang setingkat (sekelas)
mungkin tidak sama.
Setiap anak dipercaya memiliki bakat
sendiri-sendiri. Namun bakat anak ini tidak bisa langsung terlihat begitu saja.
Karenanya orang tua harus mengenali dan memahami bakat yang dimiliki anaknya.
Dengan memahami bakat anak, akan lebih mudah dan terarah dalam
mengembangkannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan pelajar pengecualian?
2.
Apa saja
karakteristik anak
berkebutuhan khusus?
3.
Bagaimana program pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus?
4.
Bagaimana
cara menangani anak
berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pelajar pengecualian
2.
Untuk
mengetahui apa saja karakteristik anak berkebutuhan khusus
3.
Untuk mengetahui bagaimana program pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus
4.
Untuk mengetahui bagaimana
cara menangani anak
berkebutuhan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelajar Pengecualian
Pelajar pengecualian atau anak yang berkebutuhan
khusus secara umum dikenal masyarakat umum sebagai anak luar biasa. Maka
terlebih dahulu dibahas tentang hakekat anak luar biasa. Dalam percakapan
sehari-hari orang yang dijuluki sebagai “orang luar biasa” ialah mereka yang
memiliki kelebihan yang luar biasa, misalnya orang terkenal karena memiliki
kemampuan intelektual yang luar biasa, memiliki kreativitas yang tinggi dalam
melahirkan suatu temuan-temuan yang luar biasa di bidang IPTEK, religius, dan
bidang-bidang kehidupan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat, dan orang yang
mencapai prestasi yang mnghebohkan dan spektakuler, misalnya orang
yang berhasil menaklukkan gunung tertinggi didunia, dan sebagainya.[1]
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan
julukan atau sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami
berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak dialami orang normal pada
umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka ynga disebut luar
biasa dapat berupa kelainan dari segi fisik, psikis, sosial dan moral. [2]
Kelainan dari segi fisik dapat berupa kecacatan fisik,
misalnya orang tidak memiliki kaki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan
sejenisnya. Kelainan dari segi psikis, atau aspek kejiwaan (psikologis,
misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental akibat dari intelegensi
yang dimiliki dibawah normal).
Pelajar pengecualian atau anak berkebutuhan khusus didefinisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Anak luar biasa disebut anak yang
berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
anak ini membutuhkan bantuan, layanan pendidikan, layang sosial, layanan
bimbingan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
B. Karakteristik
Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam dunia pendidikan luar biasa saat ini, anak
berkebutuhan khusus diklasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis
kelainan anak, karakteristik tersebut mencakup:[3]
1. Tuna Netra
Anak yang mengalami
gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian,
dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat khusus, mereka masih
tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tuna Rungu
Anak yang kehilangan
seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau
kurang mampu berkomunikasi dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
3. Tuna Grahita
Anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual
jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik, komunikasi maupun social, dan karenanya memerlukan
layanan pendidikan khusus.
4.Tuna Daksa
Anak yang mengalami
kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian
rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus, ika mereka mengalami
ganguan gerakan karena kelayuan pada fungsi syaraf otak, mereka disebut
Cerebral Palsy (CP).
5. lamban Belajar
Lamban belajar atau slow
leaner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit
dibawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita biasanya
memiliki IQ sekitar 70 – 90. Biasanya dalam hal ini mengalami hambatan
atau keterlambatan berfikir, merespon rangsangan dan adaptasi social, tetapi
masih jauh lebih baik dibanding dengan tuna grahita, lebih lamban
dari yang normal. Mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang
untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
6. Anak Berkesulitan
Belajar
Anak yang mengalami
kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik khusus terutama dalam kemampuan membaca, menulis dan
berhitung, atau anak dalam kesulitan pada mata pelajaran tertentu yang
diduga karena disebabkan factor disfungsi neugologis dan bukan disebabkan
factor intelegensi, yang sehingga anak tersebut memerlukan pelayanan pendidikan
khuusus.
7. Anak Cerdas Istimewa dan
Bakat Istimewa/ CIBI
Anak berbakat atau anak
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan Luar biasa adalah anak yang memiliki
potensi kecerdasan/intelegensi, kreatifitas dan tanggung jawab terhadap tugas (
task commitment ) diatas anak-anak seusianya, sehingga untuk mewujudkan
potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
anak berbakat sering juga disebut sebagai “ gifted & talented.
8. Siswa yang Mengalami Autisme
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang sangat
mempengaruhi interaksi sosial dan komunikasi verbal dan non verbal. Autisme
disebabkan kerusakan otak atau disfungsi otak. Pengobatan untuk autisme dengan
metode mengajari penderita autisme untuk membina hubungan dengan orang lain dan
mengajarkan sarana komunikasi alternative.
Contoh anak
berkebutuhan khusus[4]
1. Lemah mental, dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: ringan dengan IQ 50-70,
sedang dengan IQ 35-49, dan berat dengan IQ 20-34.
2. Kretinisme, yaitu keadaan jasmani dengan tanda badannya cebol, kulit muka
dan badan tebal berlipat-lipat, muka menggembung, dan tampak bodoh. Lidahnya
menjulur keluar dan dahinya penuh dengan rambut. Anak kretin ini biasanya mulai
berjalan dan berbicara lebih lambat daripada anak normal, umur mentalnya hanya
mencapai umur mental 3-4 tahun, sehingga dapat dikategorikan lemah mental
berat.
3. ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Jika hal ini
terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar,
kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait
mengait.
Anak Berkebutuhan Khusus dapat diketahui
dengan cara mengamati gejala. Gejala-gejala itu antara lain yang dikemukakan
oleh Alja de Bruin de Boer seorang Orthopedagog anak gifted Belanda dalam suatu
kongres di Belanda tentang anak gifted tahun
2003, ia memberikan beberapa patokan sebagai pegangan untuk melihat
gejala-gejala anak usia 4-6 tahun yang mengalami loncatan perkembangan, bahwa
kita bisa melihat dari hal-hal berikut ini:[5]
1. Motoriknya berkembang dengan baik
: umumnya pada usia yang sangat muda, anak ini mempunyai perkembangan motorik
yang lebih baik dari anak seusianya. Mereka duduk dan berjalan lebih dahulu
dari teman sekolahnya, dan masih sangat muda sudah dapat bermain dengan
material yang kecil-kecil.
2. Penggunaan bahasa yang amat baik:
sebagian anak berbakat mempunyai perkembangan bicara yang sangat cepat, tetapi
sebagiannya lagi mengalami keterlambatan bicara, namun lambat laun akan segera
menyusul ketertinggalannya dan menggunakan bahasa yang sulit seperti “ mesin
cuci baju”.
3. Sangat mandiri: para orang tua
melaporakan bahwa anak-anak ini sejak masih kecil sekali sudah ingin melakukan
segala hal sendiri.
4. Memiliki energi yang luar biasa
dan sangat banyak gerak: anak-anak ini bagai anak yang tak pernah lelah. Sering
mereka sangat sedikit membutuhkan waktu atau jam tidur, dan selalu ingin
memlakukan berbagai hal.
5. Dalam berbicara mempunyai
perhatian masalah spesifik: cerita-cerita para orang tua tentang anaknya diusia
2 - 2,5 tahun yang sangat sering adalah cerita tentang merek-merek dan tipe
mobil.
6. Sangat cepat akan pemahaman dan
logika analisis: anak-anak yang mempunyai loncatan perkembangan pada usia yang
sangat dini mempunyai memori yang sangat baik, dan mempunyai kemampuan
menghubungkan kejadian satu dengan kejadian lainnya, dimana anak-anak lain
masih belum mampu.
7. Mempunyai kreatifitas dalam
bermain: anak-anak yang mengalami loncatan perkembangan ini, sejak masih kecil
sudah bisa bisa melakukan permainan fantasi.
8. Penting bagi orang tua untuk
menyadari bahwa setiap anak mempunyai pribadi yang unik, setiap anak mempunyai
bakat dan minat yang berbeda-beda. Tanggung jawab orang tua adalah mengenal
potensi setiap anak dan menciptakan suatu iklim atau suasana di dalam keluarga
yang memupuk dan mendorong perwujudan potensi kreatif ini
9. Lebih cepat berlajar membaca dan
berhitung: melalui kemampuan pengenalan, melalui banyak pertanyaan yang di
ajukannya, serta daya ingat yang sangat baik, anak-anak dengan loncatan. Misalnya:
belajar huruf-huruf melalui permainan.
C. Program Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan
Khusus
Program untuk anak berkebutuhan khusus dalam hal ini
diartikan sebagai rencana kegiatan pendidikan yang akan diberikan kepada anak
yang berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah khusus dan sekolah-sekolah reguler
yang menerapkan sistem pendidikan inklusi.[6]
Untuk Anak yang berkebutuhan khusus yang mencakup
berbagai jenis kelainan, yaitu anak dengan ganggan penglihatan, bahasa dan
wicara, emosional, anak dengan ketidakmampuan belajar, ketidakmampuan fisik,
dan anak berbakat membutuhkan program pendidikan yang sesuai dengan status
mereka sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Program pendidikan yang cocok dan
sesuai dengan kebutuhan mereka ialah program pendidikan individual yang biasa
disingkat “PPI”.[7]
Program Pendidikan Individual (PPI) untuk anak yang
berkebutuhan khusus dikembangkan dengan melalui berbagai proses atau
tahap-tahap pengembangan dan pelaksanaan program pengembangan pendidikan individual,
yaitu mencakup tahap penjaringan dan identifikasi peserta didik yang
berkelainan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, melakukan
rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan pertemuan tim, menyusun program
pendidikan individual (PPI), melaksanakan program pendidikan individual.
Kesemua tahap-tahap tersebut harus dilakukan secara seksama oleh pihak
pengembangan PPI, yaitu kepala sekolah, pengawas, guru pendidikan
khusus, guru kunjung, individu yang merujuk, tenaga profesi lain sesuai
kebutuhan, orang tua anak, dan ank itu sendiri.
Tahap rujukan ke Tim Pendidikan Khusus sebagai tahap
pengembangan dan pelaksanaan program pendidikan individual (PPI), dimaksudkan
yaitu setiap peserta didik yang diketahui menunjukkan tanda-tanda bermasalah
akan dirujuk kepada Tim Pendidikan Khusus. Kegiatan rujukan dapat dilakukan
oleh orang tua, guru kelas, administrator, tokoh masyarakat, dan tenaga profesi
yang lain.
Masalah-masalah yang dialami oleh peserta didik
sehingga perlu dirujuk ialah karena peserta didik tidak mampu menyelesaikan
tugas tugas sekolah, kesulitan bergaul dengan teman, kemampuan membaca yang
rendah, tidak mampu memusatkan perhatian, prestasi belajar yang jauh di bawah
teman-teman sekelasnya, dan karena anak mengalami gangguan mobilitas karena
kondisi fisik, dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut harus dapat
diidentifikasi secara dini oleh pihak guru, orang tua dan anggota keluarga
lainnya seisi rumah, pihak petugas bimbingan konseling di sekolah, dan pihak
terkait lainnya.[8]
D. Cara
Menangani Anak Berkebutuhan Khusus
Bagi
orang tua, mereka akan berusaha keras untuk memahami kondisi anak dan
memikirkan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang tua harus bisa
mempercayai pengajar dan merasa yakin bahwa mereka, sebagai orang tua, akan
diijinkan untuk terlibat dan kemajuan anak selama prasekolah.[9]
Bagi para pengajar, langkah-langkah yang akan mereka
lakukan adalah:[10]
a. Menjalin kerjasama dengan orang
tua, kerjasama antara pengajar dengan orang tua sangat penting
untuk mengetahui kebutuhan pembelajaran anak dan memastikan adannya respons
cepat pada setiap kesulitan. Oramg tua dan keluarga merupakan tempat paling
nyaman untuk anak, dan pengajar harus mendukung hubungan penting ini dengan
cara saling berbagi informasi dan menawarkan dukungan pembelajaran di rumah.
b. Menjalin kerjasama dengan pihak lain,
pengajar perlu bekerja sama dengan pengajar dari pihak lain misalnya dinas
kesehatan masyarakat lokal, atau tempat anak tersebut dilindungi oleh
Pemerintah Lokal, untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan serta menggunakan
pengetahuan dan saran mereka guna memberikan perlindungan sosial kepada anak
melalui kesempatan dan lingkungan belajar terbaik untuk anak.
c. Memberikan kesetaraan kesempatan, penyedia
layanan pendidikan bertanggungjawab menjamin sikap positif terhadap perbedaan
dan keragaman, tidak hanya supaya setiap anak bisa bergabung dan tidak
dirugikan, namun juga supaya mereka belajar sejak dini untuk menghargai
keragaman yang dimiliki orang lain dan tumbuh dengan memberikan sumbangan positif
untuk masyarakat.
Salah
satu kegiatan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan pendidikan anak usia
dini adalah kegiatan bimbingan. Kegiatan bimbingan bagi anak dapat dijadikan
sebagai salah satu cara membantu guru dalam memantau proses, kemajuan dan
perbaikan hasil belajar anak secara berkesinambungan sehingga dapat memberikan
umpan balik bagi guru dalam menyempurnakan proses pembelajaran.
Terkait
denagan permasalahan anak, berikut beberapa bentuk bimbingan yang dapat
dilakukan, baik oleh guru maupun orang tua dalam membantu mengatasi permasalahan
anak:[11]
1. Periksa
Tidak semua tingkah laku yang bemasalah digolongkan gangguan. Oleh karena
itu, Perlu menambah pengetahuan tentang gangguan mengenai
perkembangan dan jenis gangguan anak.
2. Pahami
Untuk bisa menangani anak yang mengalami gangguan, ada baiknya keluarga
mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar bisa lebih
memahami perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis,
kognitif (intelektual) maupun fisiologis.
3. Telaten
Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk menghadapi anak yang memilik
gangguan psikologis.
4. Membangkitkan
kepercayaan diri
Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, menggunakan tehnik-tehnik pengelolaan
perilaku, seperti menggunakan penguasa positif. Misalnya memberikan pujian
apabila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu
yang benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku
anak. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
5. Mengenali
arah minatnya
Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja dan catat baik-baik,
kemana sebenarnya tujuan dari keaktifannya. Jangan dilarang semuanya karena
membuat anak menjadi frustasi. Yang penting adalah mengenali bakat atau
kecenderungan perhatiannya secara dini.
6. Meminimalisir
stimulasi yang dapat mengacaukan pikiran dan konsentrasi. Anak diupayakan
tenang terkendali, gangguan dari luar minimal menggunakan media penanganan yang
menarik sesuai dengan modalitas anak (visual, auditori, kinestik), praktik
langsung, menyenangkan, variatif, sesuai dengan minat anak, mengajarkan strategi
meningkatkan memori, kata kunci, peta pikiran dan insight.
7. Merancang
lingkungan rumah kondusif
Menjauhkan benda berbahaya/tajam, lingkungan fisik nyaman, memfasilitasi
anak yang normal untuk menjadi role model, mempertahankan kontak mata,
memberikan pekerjaaan yang menantang, memastikan adanya sisi menarik
pengajaran, menyederhanakan instruksi, memperjelas instruksi, menjelaskan
tujuan/target dengan jelas, memberi contoh, monitoring perlu dilakukan untuk
memberi masukan pada penanganan lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelajar pengecualian atau anak luar
biasa juga merupakan julukan atau sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan
atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak dialami orang
normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka ynga
disebut luar biasa dapat berupa kelainan dari segi fisik, psikis, sosial dan
moral.
2. Anak berkebutuhan khusus
diklasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak,
klasifikasi tersebut mencakup kelompok tuna netra, tuna rungu, tuna grahita,
tuna daksa, lamban belajar, anak berkesulitan belajar, anak CIBI dan siswa yang
mengalami autisme.
3. Program untuk anak berkebutuhan khusus yaitu
Program Pendidikan Individual (PPI) yang dikembangkan melalui berbagai proses
atau tahap-tahap pengembangan dan pelaksanaan program pengembangan
pendidikan individual, yaitu mencakup tahap penjaringan dan
identifikasi peserta didik yang berkelainan atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa, melakukan rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan
pertemuan tim, menyusun program pendidikan individual (PPI), dan melaksanakan
program pendidikan individual.
4. Cara menangani anak berkebutuhan khusus:
Bagi orang tua, mereka akan berusaha keras untuk memahami kondisi anak dan
memikirkan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang tua harus bisa
mempercayai pengajar dan merasa yakin bahwa mereka, sebagai orang tua, akan
diijinkan untuk terlibat dan kemajuan anak selama prasekolah.
Bagi
para pengajar, langkah-langkah yang akan mereka lakukan adalah :
a. Menjalin kerjasama dengan orang
tua
b. Menjalin kerjasama dengan pihak lain
guna memberikan perlindungan sosial kepada anak melalui kesempatan dan
lingkungan belajar terbaik untuk anak.
c. Memberikan kesetaraan kesempatan
Berikut
beberapa bentuk bimbingan yang dapat dilakukan, baik oleh guru maupun orang tua
dalam membantu mengatasi permasalahan anak, yaitu:
1. Periksa
2. Pahami
3. Telaten
4. Membangkitkan
kepercayaan diri
5. Mengenali
arah minatnya
6. Meminimalisir
stimulasi yang dapat mengacaukan pikiran dan konsentrasi.
7. Merancang
lingkungan rumah kondusif
[3]
Dalyono,
Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2012. Hal: 160-161
[4] Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2012. Hal: 166
[8]
Suryabrata
Sumadi, Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Hal: 295