Formulir Kontak

 

Makalah Landasan Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang  
Kurikulum sebagai rancangan sekaligus kendaraan pendidikan mempunyai peran yang Sangat signifikan dan berkedudukan sentral dalam seluruh kgiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam dunia pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan secra sembarangan saja.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan oleh hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam dan sesuai dengan tantangan zaman. Karena kurikulum ibarat sebuah rumah yang harus mempunyai pondasi agar dapat berdiri tegak, tidak rubuh dan dapat memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di dalamnya, pondasi tersebut ialah landasan-landasan untuk kuriulum sebagai rumahnya, agar bisa memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang berguna bagi dirinya sendiri, agama, masyarakat dan negaranya. Bila landasan rumahnya lemah, maka yang ambruk adalah rumahnya sedangkan jika landasan kurikulum yang lemah dalam pendidikan maka yang ambruk adalah manusianya.
Oleh karena itu kurikulum dalam pendidikan perlu mempunyai perhatian yang besar baik bagi pemerintah sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang turun langsung mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik, dengan berlandaskan pada filosofis, psikologis, sosiologis dan organisatoris serta bersifat dinamis agar tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. 




B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ?
2.      Bagaimana landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum ?
3.      Bagaimana landasan sosiologis dan teknologis dalam pengembangan kurikulum ?

C.      Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui bagaimana landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum.
2.      Untuk mengetahui bagaimana landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum.
3.      Untuk mengetahui bagaimana landasan sosiologis dan teknologis dalam pengembangan kurikulum.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Landasan
Pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance leaner’s dictionaru of current English” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut :“faoudation …. that on which an idea or belief rest an underlying principle’s as the foundations of religious belie the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.

B.       Landasan-Landasan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.[1]
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual danlearning theory.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. Serta Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlepas dari itu semua bahwa pada intinya semua sama. Dapat disederhanakan bahwa ketiga pendapat diatas semuanya berpendapat sama sehingga dapat saling melengkapi. Untuk itu empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan organisatoris.
                 
1.        Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yag mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam berfilsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar). Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Sering dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah yang menentukan tujuan umum pendidikan.
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlikan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang di antara nya adalah filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat idealisme, Realisme dan filsafat Fragmatisme.
a.         Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme
Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya adalah bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mental daripada material. Dengan demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah makhluk spiritual, makhluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan pilihan mana yang harus diikutinya.
Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal) sampai pada rumusan tujuan yang lebih operasional (pembelajaran) harus merefleksikan pembntukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai dengan fitrah kemanusiaannya.[2]
Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dalam proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terselanggaranya pendidikan. Pendidik harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam segi intelektual maupun moral, sehingga dapat dijadikan panutan bagi peserta didik.

b.         Landasan Filosofis Pendidikan Realisme
Filsafat realisme boleh dikatakan kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Dunia terbentuk dari kesatuan yang nyata, substansial dan material, sementara menurut filsafat idealisme memandang bahwa realitas atau dunia bersifat mental, spiritual. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakannya.
Mengingat segala segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan terutama diarahkan untuk melakukan penyesuaian diri dalam hidup dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu kurikulum kalau didasarkan pada filsafat realisme harus dikembangkan secara konprehensif meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan beroreantasi pada mata pelajaran (subject centered)
Implikasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidikan diposisikan sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu pendidikan harus menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan pembelajaran, seperti penguasaan terhadap metode, media, dan strategi serta teknik pembelajaran. Secara metodologis unsur pembiasaan memiliki arti yang sangat penting dan diutamakan dalam mengimplementasikan program pendidikan atau pembelajaran filsafat realisme.

c.         Landasan Filsafat Pendidikan Frakmatisme
Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya dalah kenyataan fisik, plural dan berubah (becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evaluasi biologis, psikologis dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahasa, kenyataan, dan norma-norma.
Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurukulum ialah harus memuat pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Warisan-warisan sosial dan masa lalu tidak menjadi masalah, karena fokus pendidikan menurut faham fragmatisme adalah menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu proses pebdidikan dan pembelajaran secara metodologis harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan. Peran penting adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

d.        Landasan Filosofis Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan Nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal iini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan silsafat Pancasila itu sendiri.




Manfaan filsafat pendidikan adalah :
1.    Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa kemana anak-anak melalui pendidikan di sekolah. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
2.    Dengan danya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu.
3.    Filsafat dan tujaun pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4.    Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5.    Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

2.        Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang, benda dan tumbuhan karena salah satunya yaitu kondisi psikologis yang dimilikinya. Benda dan tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Sedangkan binatang tidak memiliki taraf psikologis yang lebih tinggi dibanding manusia yang juga memiliki akal sebagai titik pembeda di antara keduanya.
Kondisi psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungan”. Perilaku-perilakunya merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.[3]
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk merubah perilaku manusia. Dan peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, seperti perkembangan dari segi fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan sebagainya. Tugas utama pendidik/guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Sebenarnya tanpa pendidik pun, anak akan mengalami perkembangan, akan tetapi melalui pendidikan perkembangan anak anak tersebut akan lebih optimal baik dari segi kuantitas maupun kualitas.[4]
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya  dalam pengembangan kurikulum, yaitu perkembangan peserta didik dan kurikulum, psikologi belajar dan kurikulum:
a.         Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil.. dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhnya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna.
Aliran konvergensi (William Stern) beranggapan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara bawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terdapat perkembangan kurikulum yaitu:
1.      Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
2.      Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3.      Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4.      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

b.         Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubaha tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun  psikomotorik terjadi karena proses pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar. Intinya adalah, bahwa psikologi sangat membantu para guru dalam merancang sebuah kegiatan pembelajaran khusunya untuk pengembangan kurikulum.
Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang dibahas dalam psikologi belajar, yaitu teori disiplin mental, teori behaviourisme dan teori cognitif Gestald Field.
1.         Teori disiplin mental
Menurut teori ini bahwa dari sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Menurut teori ini belajar adalah merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
2.      Teori behaviorisme
Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau tidak membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam, budaya, religi, dan sebagainya.
3.      Teori organisme atau gestalt
Teori ini beranggapan bahwa manusia sebagai makhluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijadikan oleh stimulus  dan respon. Menurut teori ini, stimulus yang hadir itu di seleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi perbuatan belajar. Belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukan menghafal akan tetapi memecahkan masalah , dan metode belajar yang dipakai adalah metode iliah dengan cara dihadapkan pada berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah , menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.[5]

3.        Landasan Sosisologis dan Teknologis
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia yang berbudaya.
Disisi lain bahwa pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi kehidupan yang selalu mengalami perubahan dengan pesat dan bahkan sulit untuk ditebak. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya bagi masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tidak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.[6]
Dengan kedua alasan tersebut di atas, maka agar kurikulum sebagai program pendidikan maupun kurikulum sebagai pengalaman yang diterapkan dalam proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan, selain menggunakan kedua landasan yang telah dibahas sebelumnya yaitu landasan filosofis dan psikologis, juga harus menggunakan asumsi-asumsi atau landasan lainnya yaitu landasan sosiologis dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
a.    Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum
Dilihat dari substansinya faktor sosiologis sebagai landasan dalam mengembangkan kurikulum dapat dikaji dari dua sisi yaitu dari sisi kebudayaan kurikulum serta dari unsur masyarakat dan kurikulum.


1.    Kebudayaan dan kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengetahuan kurikulum dengan pertimbangan:
a)    Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan tentu saja sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
b)   Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasrnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, bearasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Karena itu dalam mengembangkan sutu kurikulum perlu memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat yang meliputi keseluruhan, ide, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan lain sebagainya.
c)    Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Oleh karena itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi. Kebudayaan dalah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu: ide, kegiatan, dan benda hasil karya manusia.[7]
Secara umum pendidikan dan khususnya persekolahan pada dasarnya bermaksut mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berinteraksi dengan anggota masyarakat lain. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum pula, seperti nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, kecakapan dan kegiatan yang bersifat umum yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat. Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang besifat umum di atas, terdapat pula pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kahidupan tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Keadaan seperti itu menuntut kurikulum yang besifat khusus pula. Misalnya untuk pendidikan vokasional, biasanya berkenaan dengan latar belakang pendidikan, status ekonomi, dan cita-cita tertentu, sehingga mempunyai batas waktu dan daerah ajar tertentu pula.

2.    Masyarakat dan kurikulum
Masyarakat adalah satu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri kedalam kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang teroganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
Dalam konteks ini kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Oleh karena itu guru, para pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberika kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyaraka
Teori, prinsip, hukum, yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.

b.    Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yeng mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya bagi masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu, pengaruh dari perkembangan IPTEK ini cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, buadaya, keagamaan, keamanan, pendidikan, dan lain sebagainya. Khususnya dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung dan tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah nerdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan kurikulum juga harus diletakkan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh filsafat hidup,  nilai-nilai, IPTEK dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menurut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak membawa perubahan pada sistem nilai-nilai. Pendididkan pada dasarnya adalah bersifat nirmatif, dengan demikian bagaimana agar perubahan niali-nilai yang akibatnya oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menuju pada perubahan yang bersifat positif. Oleh karena itu dalam mengembangkan kurikulum tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar kurikulum yang dihasilkan selain memiliki kekuatan, karena bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi juga bisa mengembangkan dan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi lebih meamajukan peradaban manusia.[8]













BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
1.    landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu.
2.    Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya: Landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosial dan teknologis.
3.    Landasan filosofis adalah: penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan
4.    Landasan psikologis: landasan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan
5.    Landasan sosial adalah: proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya, dan teknologis adalah: aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis.

B.            SARAN
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar dapat mengambil manfaat dan ilmu tentang landasan pengembangan kurikulum, terutama bagi para tenaga pendidik, dan dengan hadirnya makalah ini dapat memecahkan masalah yang kerap terjadi di lingkunagan pendidikan. Penulis menyadari bahwa materi yang penulis jelaskan masih terdapat banyak kekurangan. Sehingga untuk mengetahui lebih luas tentang ilmu pengembangan kurikulum, pembaca dapat memperoleh dari berbagai sumber lainnya, seperti buku, jurnal ataupun internet.




DAFTAR PUSTAKA
Nasution S, kurikulum dan pengajaran, Jakarta: bumi aksara, 2006
Remaja Rosdakarya, 2012
Tim Pengembang KMDP, Kurikulum dan Pembelajarann, Bandung: 2006
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT




[1] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal 33
[2] Nasution S, kurikulum dan pengajaran, (jakarta: bumi aksara, 2006), hal 30
[3] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal 47
[4] Tim Pengembang KMDP, Kurikulum dan Pembelajarann, (Bandung:, 2006), hal 30
[5] Tim Pengembang KMDP, Kurikulum dan Pembelajarann, (Bandung:, 2006), hal 30
[6] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal 55
[7] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal 57
[8]Tim Pengembang KMDP, Kurikulum dan Pembelajarann, (Bandung:, 2006), hal 35


Total comment

Author

AHLUL NAZAR

0   komentar

Cancel Reply